Kamis, Januari 07, 2010

Keong... Oh.. Keong....

Keong, binatang imut bukan? Dengan segala kemampuan dan kemandiriannya yang selalu membawa cangkang sebagai pelindungnya, ia tahu pasti mengenai bahaya yang akan dia hadapi. Namun dengan pasti, ia membawa beban untuk kelangsungan hidupnya. Begitu juga dengan seorang adam. Apa hubungannya?
Tanpa disadari, seorang pria (lebih suka menyebut seperti ini, lebih keliataan wibawanya, hehehe) tidak jauh beda dengan keong, yang pada hakikatnya telah ditakdirkan dengan kemampuannya membawa beban yang harus ditopangnya demi kehidupannya kelak. Mereka cenderung keras dalam memaknai hidup, lebih bertindak secara waspada dan selalu mementingkan logika. Namun seperti layaknya keong, sekeras apapun cangkang yang menyelingkupinya, di dalamnya masih terdapat diri yang begitu rapuh yang mungkin dirinya sendiri pun tidak mampu menjamin kenyamananya. Lalu, bagaimana jika seperti itu?
Keongpun butuh perlindungan yang tidak hanya didapat dari dirinya, tapi juga eksternal protection. Begitupun pria, setangguh apapun masih perlu dukungan orang lain (baca: wanita). Kalau ada yang pernah bilang cowok lebih egois, enggak kok keegoisan itu ada pada siapapun (berbagai gender) dan tingkat takarannyapun sebenernya sama. Namun yang membedakan adalah bahasa. Bisa disimpulkan bahwa pria dan wanita memiliki bahasa yang sangat berbeda. Kalopun ada yang tidak cocok dengan apa yang kita hadapi, kaum hawa pasti sudah ngomel panjang lebar kali tinggi, namun berbeda dengan pria yang hanya diam tanpa kata. Sempet kaget juga, orang ngomel menggebu-gebu kok dia diem, atau bahkan memotongnya dengan pernyataan yang mematahkan semangat atau juga ketika kita curhat malah disalahin. Karena itu, kunci pertama untuk bisa ‘memahami’ keong (eh.. pria) adalah jangan pernah mengharap pria bisa membaca bahasa kita. Jika kita ingin menyampaikan sesuatu, usahakan sebisa mungkin bicara dalam bahasa yang bisa dimengerti mereka.
Mengutip salah satu pandangan psikologis, pada dasarnya kebutuhan yang sangat dipengenin oleh keong-keong itu adalah dihormati (dipercaya, diterima, dihargai, dikagumi, diteguhkan, didukung). Sungguh, yang namanya pria sangat tidak suka kalau diragukan kemampuannya. Pria juga butuh dihargai secara nyata (yang ditunjukkan dalam bahasa yang ia mengerti). Pria juga biasanya paling tidak suka dibantah, tidak suka pendapatnya 'dimentahkan' apalagi oleh wanita.
Lalu, saat kita mengetahui bahwa pria menghadapi masalah, jangan langsung berusaha membantunya dengan menawarkan solusi-solusi yang ada di kepala kita, karena menurut mereka itu sama saja meremehkan. Namun, tidak berarti kita tunduk begitu saja, lakukan yang terbaik dengan memberi solusi tanpa merusak bahasa mereka dan biarkan saja keong itu berjalan dengan cangkang yang ia banggakan, namun tetap dukung langkah kakinya.

PASAL LIMA

Pada suatu malam di lantai 2 sebuah kantor notaris di kota yang bisa dibilang adalah kota metropolis, tercerminlah keadaan yang cukup memuakkan. Dengan dentuman jam dinding yang tidak ragu lagi akan laju jarumnya, hingga menunjukkan pukul 23.00 WIB, dengan meja yang dilapisi file perjanjian dimana-mana, tampaklah wajah-wajah yang menyimpan banyak beban. Namun tidak berlaku sepenuhnya pada seorang wanita yang duduk dengan lincah memainkan jari lentiknya beradu dengan keyboard. Karyawan wanita yang berdedikasi tinggi itu pun begitu bersemangat menjalankan tugas lemburnya. Semangat dia meluap, sehingga tanpa dia sadari tingkah duduknya pun begitu bersemangat hingga sampai pada akhirnya berhasil menarik perhatian dari sang bos yang bersebrang meja dengannya.
Dengan tanpa menghentikan laju jarum jam, sang bospun bangkit dan mendekati sekretarisnya itu.
” Karen, bisa kah kau membetulkan cara dudukmu. Itu membuatku kacau” ucapnya dengan deg-degan.
”Eh, maaf pak. Saya tidak bermaksud seperti ini” balas karen dengan muka memerah
”Tidak apa” tutup sang bos seraya meninggalkan meja karyawannya tersebut, namun langkah kaki tersebut terhenti seketika dan entah setan dari kuburan mana yang merasuki sehingga ia mengembalikan arah pandangan kepada gadis berblazer merah dengan kemeja yang cukup tipis. Didekatinya orang kepercayaan di kantor itu, dengan kemudian dia meraih tangan yang sedang memijat keyboard dan diremasnya tangan tersebut.
”Pak, ingat pasal 5...” ucap karen dengan nada tegas
”Eeh maaf Karen, saya sungguh kacau. Maafkan saya..” ucap sang bos dengan melepas remasan tangannya namun tidak segera memindahkan sorotan matanya.
”Bapak, ingat pasal 5” sergah sekretaris itu kembali.
”Baiklah Karen, maafkan saya” ucap sang bos kali ini kompak dengan kakinya yang melangkah pergi menjauh. Dan kemudian dihempaskannya tubuh sang bos di atas kursi empuk itu, dengan mengatur nafas ingin rasannya membuang pikiran yang melayang di pikirannya tersebut, dan hal tersebut sudah sedikit berhasil hingga pada akhirnya sang sekretaris tadi pamit pulang.
Sementara, setelah bos dapat menguasai kembali pikirannya, diliriknya UU setebal bantal disampingnya. Dan dengan iseng dia membuka lembar demi lembar, hingga berhenti pada satu pasal yaitu PASAL LIMA yang berisi JANGAN SIA-SIAKAN KESEMPATAN..
Huh.. dengan berat hati, sang bos pun menarik panjang nafasnya dan diikuti oleh senyuman yang sungguh menggelitik pikirannya.

== sebagai bahan pelajaran aja, sesulit apapun situasi yang kita hadapi, tetap berfikir jernih agar tidak menyiakan kesempatan, so ingat PASAL LIMA==